Friday, August 14, 2015

Semoga

Semoga kamu yang kusebut namanya dalam doa
Menyebut namaku dalam doamu
Semoga kamu yang kurindukan dalam ikhlasku
Terus ikhlas memendam rindu padaku
Semoga kamu yang terus menjaga diri untuk menungguku
Bertahan menungguku yang terus menjaga diriku untukmu
Semoga apa yang ku semogakan tak lagi sekedar menjadi semoga
Karena kamu adalah semogaku
Semoga yang kugantungkan di langit-langit malam
Semoga yang kutitipkan pada rintik hujan
Semoga yang ku doakan menjadi kenyataan, segera
Sesegeraku menambatkan nama rahasia untukmu
Sesegera ketika kedua mata teduh itu
Tidak dengan sengaja menatap hatiku
 
Find me at Tumblr and  Soundcloud

Wednesday, May 13, 2015

Karena aku sudah berhenti mengejar, berlari, dan terjatuh

Karena aku sudah mengejar, berlari, dan terjatuh. Menyangka bahwa garis finish itu milikku. Berkutat dengan khayalan bahwa dia juga menungguku. Dan akhirnya aku menyadari bahwa aku bukan pemenang. Dan semua kecewa juga air mata menjadi penawar luka yang memerih dalam tersirat.
Karena aku sudah mengejar, mengejar kamu yang terus berlari tanpa tahu bahwa aku yang mengejarmu. Mengejarmu yang ku harap akan sekedar menoleh melihatku yang terus mengejarmu dan menunggu. Mengejarmu yang kini tak bisa ku kejar lagi karena aku sudah berhenti berlari.
Berlari, berlari dari kamu yang terus berputar-putar di otakku. Berlari dari kamu, kamu yang seperti hujan yang tak bisa aku hindari. Berlari dari kamu, kamu yang membuatku berlari sekencang-kencangnya menujumu dan akhirnya aku terjatuh.
Terjatuh, terjatuh padamu yang terus menjatuhiku dengan sejuta pertanyaanku tentangmu. Terjatuh padamu yang menjadikanku selalu merindu indahnya langit biru yang melukis tegas wajahmu. Terjatuh padamu yang membuat bibirku tersenyum walau hanya bisa memandangimu punggungmu dari kejauhan. Terjatuh padamu dan itu menjadi luka terindah yang terus membekas.
Aku terlalu suka ketika aku mengejar, berlari, dan terjatuh. Tapi kini aku sudah lelah untuk itu. Karena aku sudah mengejar, berlari, dan terjatuh. tapi kamu tetap belum bisa mengejarku, berlari menujuku, dan bahkan terjatuh padaku. Apa masih harus aku mengejar, berlari, dan terjatuh padamu?
Satu kata yang kini bisa membuatku benar-benar berhenti mengejar, agar tidak lagi berlari, hingga luka dan terjatuh.
Lepaskanlah…
—————————————————————————————————-
dwiute
Bogor, 12 Mei 2015

Saturday, April 11, 2015

(Cerpen) Puisi Hujan

Matahari pagi ini bersinar dengan terangnya, memberi tanda bahwa kehidupan masih harus terus berjalan sebagaimana mestinya. Dan, aku, melangkahkan kakiku menuju kampus biruku, di sana masa depanku tengah menunggu. Hembusan angin menyapa pagiku dengan lembut, bersama wangi embun yang menyejukkan di atas dedaunan dan perlahan menguap. Pagi hari merupakan sebuah awal yang baik, baik untuk memulai apapun, apapun yang ingin kamu ubah di hari kemarin. Termasuk, rasa yang tumbuh dengan liarnya di hatiku ketika bertemu denganmu jauh-jauh hari sebelum hari ini segera berlalu.
“Hari ini aku kuliah di ruang mana ya?” gumamku di tengah perjalanan menuju kampus, dengan cepat ku cari handphone di dalam tas dan mengecek jadwal kuliahku, selalu begitu setiap pagiku.
Aku selalu suka memandangi setiap detail kampusku, entah apa yang menarik. Kadang aku berpikir apa yang dipikirkan orang-orang yang ku temui setiap pagi. Mungkin laporan, belum sempat sarapan, gebetan atau mantan. Gila, mengapa imajnasiku setinggi itu.
Aku hampir sampai di kelas, ku lalui setiap anak tangga menuju kelas pagi ini. Ku tengok dari luar kelas melalui kaca-kaca jendela apakah sudah ada yang tiba di kelas atau belum. Ku lihat satu teman wanitaku dan dua orang teman priaku tengah sibuk dengan dirinya masing-masing. Kernyit bunyi pintu kelas yang terbuat dari besi dan kaca ku dorong degan santai dan membuat aktivitas temanku beralih tertuju padaku. Senyum paling manis ku hidangkan untuk mereka pagi ini. Ku letakkan tasku di bangku paling depan, bangku paling tidak digemari di kelas, garda terdepan menghadapi celotehan dosen.
“Haiiii….. haduh, lagi ngapain nih?” sapaku pada teman wanitaku.
“Enggak ngapa-ngapain, cuma lagi dengerin album terbaru my favorite singer.” jawabnya sambil tertawa.
“duh, aku keluar kelas dulu ya nyari sinyal hadphone.” Aku beranjak dari kursi dan meninggalkan temanku yang telah larut bersama suara penyanyi favoritenya itu. Silih berganti teman-temanku sampai di kelas, dan aku memilih untuk menikmati pagi di depan ruang kelas. Duduk di pinggir teras kelas menghadap rumput hijau yang membentang rapi di hadapanku. Sendirian, dan aku kembali memikirkannya, dia yang entah sedang apa pagi ini, nun jauh di kelas lain di sisi lain di satu kampus yang sama.
“Mengapa harus aku yang jatuh hati padanya?” Itu pertanyaan terbesarku, selalu.
“Apa aku tidak mungkin untuk membuat orang lain jatuh hati, atau aku memang tidak menarik?” tak hingga pertanyaan yang ku tanyakan pada diriku sendiri dalam lamunan.
Dia, andai dia tahu, bukan, bukan itu yang ku mau.
Dia, andai dia yang jatuh padaku terlebih dahulu. Berandai-andai dan selalu hanya itu yang bisa ku lakukan. Mengkhayal aku bisa menggenggammu, melihatmu tersenyum manis padaku. Kemarin, aku mencoba mengulang kembali rekaman memory ingatanku, kemarin saat aku bertemu dengannya sebelum hujan tiba.
“Hai rindu, lagi ngapain?” sapa laki-laki yang membuatku jatuh hati sontak membuat aku yang tengah duduk di sebuah meja kayu mendongak, mengalihkan pandanganku yang saat itu tengah tertuju pada laptop dan mencari sumber suara.
“Hai, lagi ngapain ya? Kalo lagi nunggu kamu gimana?” balasku sambil menggoda dia yang kini berdiri di hadapanku, setiap ada di hadapannya aku selalu berusaha memamerkan senyum termanisku yang paling tulus dari dalam hati. Alih-alih mungkin saja dia terpikat.
“Hmmm, enggak gimana-gimana lah. Mau ngapain nunggu aku?” balasnya sambil tersenyum, senyum yang membuat seluruh jiwaku terpesona kharismanya, luluh lantak seluruh tulang-tulangku, aku merasa tak berdaya. Oh Tuhan aku tak kuasa, teriak jantungku.
“ihhh, ke-PD-an banget deh, hahaha. Enggak kok, gak lagi nunggu kamu. Lagi nyari sinyal wifi.” balasku yang berusaha tenang menjaga ritme detak jantungku yang semakin cepat dan mulai mencekat napasku.
“oh, gitu. Yaudah duluan ya.” Dia berlalu, pergi dengan sebuah senyuman.
Andai jantungku ini bisa berteriak, ku rasa ia akan beteriak sekencang-kencangnya dan meledak-ledak. Aku menghela napas panjang setelah punggungnya yang tangguh tak terlihat lagi di kejauhan. Dan hujan pun turun, suasana dan semua perasaan itu menggerakkan seluruh tubuhku, jari-jariku untuk menuliskan sebuah puisi untuknya.

Hujan, apa kau selalu datang di saat yang tepat?
Atau kau hanya datang sesuka hatimu
Hujan, mengapa kau selalu memberi tanda yang tak pasti?
Atau kau hanya menggoda kami
Hujan, jika aku boleh memilih seperti apa aku ingin dilahirkan
Aku akan memilih untuk menjadi seperti dirimu hujan
Karena, aku ingin jatuh di hatinya hingga dia tak bisa menghindariku
Sebesar apapun usahanya menghindariku
Aku akan tetap jatuh padanya, mengejarnya
Walau hanya setitik hujanku yang menyentuhnya
Tapi aku yakin, dia tak akan pernah membenci hujan
Maka, bolehkah aku menjadi hujannya?

Tak ku sadari, puisi ini menguatkan hatiku. Menyadarkanku, bahwa jatuh hati menjadi hak siapa saja, entah orang yang membuatku jatuh hati itu suka atau tidak tapi nikmati saja apa yang sedang ku rasa. Dan cukuplah bangun jembatan yang ku ingini dapat mempertemukanku dengannya, lewat sebuah doa itu saja. Dan saat melihat mentari pagi ini, aku putuskan untuk tidak mengubah apapun yang terjadi jauh-jauh hari di saat aku bertemu denganmu. Aku, Rindu, hujan, puisi, dan kamu, kita dipertemukan menjadi satu. Mungkin kita memang ditakdirkan menjalani scenario Tuhan yang begitu indahnya, seperti saat ini.
Sebelum beranjak masuk ke kelas pagi ini, ku sempatkan sejenak melihat langit dan awan. Lalu aku tersenyum dan berbisik pada alam ku titipkan salam rinduku padanya dan hujan.

Penulis
Dwi Utari

*note: check out my blog at dwiute.tumblr.com and dwiute.blogspot.com
Terimakasih telah membaca cerpen perdanaku, semoga ini menjadi awal yang baik untuk terus belajar agar menjadi yang terbaik.

Friday, March 6, 2015

Sebarkan Virus Sang Penyair Muda (Opini)

Kepuasan terbesar seorang penyair bukanlah berupa sanjungan atau pujian. Kepuasaan itu hanya berasal dari sebuah kesediaan orang lain untuk membaca karya yang dibuatnya. Dan jika kita berkaca pada perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang saat ini, yang namanya "dunia maya" itu memiliki peran penting dalam mencapai kepuasan seorang penyair. Mengapa? Karena penyair di era ini cenderung lebih sering mempublikasikan karyanya lewat dunia maya. Lebih cepat dan tanpa batas, siapa saja bisa menikmati karyanya. Dan tak aneh bukan, bila sekarang banyak kita temukan penyair-penyair muda yang mulai merintis karya-karyanya di dunia maya.
Karya-karya yang dipublikasikan dikemas dengan tampilan yang lebih menarik, penuh warna dan lebih segar seperti kumpulan prosa dan musikalisasi puisi. Pada dasarnya puisi ini hanya bentuk komunikasi penyair untuk menyampaikan pengalaman, pemikiran, dan imajinasinya hingga pembaca dapat merasakannya juga. Dan puisi di zaman sekarang ini cenderung banyak menceritakan fenomena-fenomena yang terjadi pada anak muda di zaman ini. Sehingga puisi tidak lagi menjadi sebuah karya sastra yang terkesan kuno dan membosankan.
Kalau boleh berharap kegiatan tulis-menulis dan rangkai-merangkai kata-kata ini suatu saat nanti akan berubah menjadi suatu trend baru yang positif untuk anak muda. Bukan hanya menjadi trend tapi sebagai wadah untuk mengekspresikan jiwa dan membagikan inspirasi juga semangat baru bagi sesama. Tak perlu menjadi the next Chairil Anwar atau Ebiet G Ade, cukuplah menjadi dirimu sendiri. Karyamu adalah cerminan jiwamu.

Mari sebarkan virus-virus untuk melakukan kegiatan positif yang menyenangkan dan bermanfaat di masa muda.

Penulis: Dwi Utari
Follow my blog at Tumblr and listen to my voices and tracks at Soundcloud

Tuesday, March 3, 2015

Sebuah pertemuan


Dan aku akan menjadi hujan, Gadis Hujan.
Aku akan jatuh di hatimu, dan kamu tak bisa menghindariku.


"Pertemuan kita adalah rencana Tuhan yang tak ku pahami
Dan aku takut, takut menatap matamu
Mata yang bisa menarik ku ke dalam sebuah dunia
Dunia yang takut aku selami
Dunia itu cinta
Aku takut dengan cinta, takut dengan ketidakpastiannya
Tapi kau tahu?
Tuhan menciptakan hati dan pikiran yang hanya tertuju padamu
Mungkin kita akan bertemu setelah kau lelah berlari
Dan sadar bahwa aku telah berhenti mengejar dan menunggu."

follow my tumblr at dwiute.tumblr.com

Monday, December 15, 2014

Sejenak

just give me a time to breath, just a few minute, no i think it's a few second.

berat rasanya ketika kita menyadari bahwa kita pernah membenci teman kita. mungkin itu hal yang wajar diantara sebuah pertemanan, sering terjadi pertengkaran dan kesalahpahaman. tapi pada kenyatannya aku akn berubah menjadi orang yang menyeramkan ketika amarah itu muncul, aku bahkan tak peduli jika mereka adalah sahabat terbaikku sekalipun aku bisa mencaci dan memaki dirinya semauku, sesukaku, hingga semua amarah itu hilang. tapi, aku butuh waktu yang tidak singkat untuk memaafkan orang lain. inilah alasannya aku sering marah pada diriku sendiri, bahkan aku muak dan membenci diriku sendiri.
yang aku butuhkan hanya sejenak merasakan sejuknya dunia, ya sejenak.

Friday, December 12, 2014

No Title (by: DE)

Masing-masing dari kita pernah merasakan hal seperti ini

Semasa kecil
tak mampu berdiri,

Lalu malaikat disekitarmu menuntunmu untuk berdiri,
perlahan berjalan dan kemudian berlari

Beberapa kali kamu terjatuh dan malaikatmu membantumu
untuk terus bangkit dan berlari
Untuk kesekian kali kamu terjatuh lagi

Beberapa waktu kemudian kamu telah mampu bangkit dari jatuhmu sendiri
tanpa uluran lembut malaikat disampingmu
Namun, tidak berarti kamu bisa hidup sendiri tanpa malaikatmu
Beberapa waktu kemudian kamu mencoba melukis pelangi,
mengejar rembulan, menyanyikan irama hujan, hingga memetik bintang
Malaikatmu selalu berada di sampingmu,
mengulurkan tangan lebih sering
Entah dengan sentuhan lembutnya, larian kecilnya, senyuman hangatnya,
hingga tadahan doa yang dihajatkan setiap kamu tertidur
Kamu mungkin tidak pernah tahu
Hingga kata berpisah menjadikan kamu dan malaikatmu saling merindu
Dan kamu semakin tahu bahwa tangan malaikatmu

terlalu banyak melakukan semua hal untukmu
Senja telah berlalu
Kini saatnya kamu menjadi malaikat itu
Bisakah kamu menjadi seperti malaikatmu?

Monday, December 8, 2014

Berlari

aku berlari, tapi tak ku temukan
aku berlari lagi, tapi tetap tak ku temukan
aku berlalri lebih cepat, tapi tetap lagi tak ku temukan
haruskah aku terus berlari atau berhenti dan menunggu?
bisakah garis finish itu yang datang padaku?
aku bertanya